Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2011

Memakai Celana di Bawah Lutut.

    02/11/2009 11:50 Memakai Celana di Bawah Lutut. Seorang mahasiswa perguruan tinggi di Surabaya mempertanyakan, apakah bila kita memakai celana harus di atas mata kaki atau harus ditinggikan di bawah lutut? Pertanyaan ini disampikannya terkait anjuran sekelompok umat Muslim di Indonesia bagi kaum laki-laki untuk memakai celana yang tinggi, hampir di bawah lutut. Kelompok ini sudah berkembang di kampus-kampus. Sepanjang yang kami ketahui, praktik memakai celana di atas mata kaki, ini merujuk pada suatu hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dari Abu Hurairah. Bahwa Rasulullah SAW bersabda, مَا أسْفَلَ مِنَ الْكَعْبَيْنِ مِنَ الْإزَارِ فَفِيْ النَّارِ Sarung (celana) yang di bawah mata kaki akan ditempatkan di neraka Dari hadits tersebut para ulama berpendapat bahwa sunnah memakai pakaian tidak melebihi kedua mata kaki. Sebagian ulama bahkan mengharamkan mengenakan pakaian sampai di bawah mata kaki jika dimaksudkan lil khulayah atau karena faktor kesombongan. Hal ini juga

WIRID HABIS SHALAT

    DZIKIR BA’DA SHALAT      أَسْتَغْفِرُاللَّهَ اْلعَظِيْم اَلَّذِي لاَ اِلَهَ اِلاَّهُوَ الْحَيُّ اْلقَيُّوْمُ وَأَتُوْبُ اِلَيْهِ.(3x)   “Saya mohon ampun kepada Alloh Yang Maha Besar, tiada Tuhan melainkan Dia, yang senantiasa hidup lagi mengurus segala sesuatu dengan sendiri Nya, dan saya bertaubat kepada Nya.” لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللَّه وَحْدَهُ لاَشَرِيَْ لَهُ, لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِ وَيُمِيْتُ وَهُوَعَلىَ كُلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ. (3x) “Tidak ada Tuhan yang wajib disembah kecuali Alloh Yang Maha Esa. Tidak ada sekutu bagi Nya. Dialah yang mempunyai kekuasaan dan kerajaan yang memerintahkan, dan bagi Nya segala puji-pujian yang menghidupkan dan mematikan, dan Dia berkuasa atas segala sesuatu.” اَللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلاَم وَمِنْكَ السَّلاَم وَاِلَيْكَ يَعُوْدُ السَّلاَم فَحَيِّنَا رَبَّنَا بِالسَّلاَمِ وَأَدْخِلْنَا الْجَنَّةَ دَارَالسَّلاَم تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ يَا ذَا الْجَلاَ لِ وَاْلاِكْرَمِ. “Ya Alloh, Engkau adalah Dzat yang mempunyai kesejahte

Biografi Singkat KH. Muhammad Anis Fu’ad Hasyim Buntet Cirebon

Biografi Singkat KH. Muhammad Anis Fu’ad Hasyim Buntet Cirebon Kiai Fuad Hasyim adalah pengasuh Pondok Pesantren Nadwatul Ummah Buntet Cirebon. Pemilik nama lengkap Muhammad Anis Fuad ini dilahirkan pada tanggal 26 Juni 1941 di Buntet Pesantren Desa Mertapada Kulon kec. Astanajapura kab. Cirebon dari seorang ibu yang bernama Nyai Karimah dan ayahnya bernama KH. Hasyim. Dari silsilahnya diketahui beliau adalah keturunan ke 18 dari Sunan Gunung Jati, wali penyebar agama Islam di Jawa Barat. Semenjak kecil kyai Fuad dididik secara ketat dan disiplin dalam tradisi pesantren. Sehingga pada usia 7 tahun beliau sudah menghatamkan Qiro’ah Hafas, dan pada usia 13 tahun beliau telah menghatamkan Qiro’ah Sab’ah dengan sanad yang tersambung pada Rasulullah SAW. Perjalanan Ilmiah. Perjalanan ilmiahnya di mulai di tanah kelahirannya Buntet Pesantren, beliau mempelajari berbagai macam disiplin ilmua agama, dari mulai ilmu Nahwu, Shorof sebagai ilmu alat (Gramatikal) sampai ilmu fiqih, tauhid seba

Pancasila Tidak Bertentangan Dengan Rukun Islam.

Pancasila Tidak Bertentangan Dengan Rukun Islam. Negara Islam kini mulai marak diperbincangkan pasalnya gerakan ini mengemuka ditengah masyarakat dan telah memakan korban khususnya kalangan awam yang telah banyak berubah setelah mendapat doktrin. Berkaitan dengan itu ada sebuah kisah seorang mahasiswa dari sebuah perguruan tinggi di Bogor sebut saja Gatot namanya yang kemudian diganti al khattat. Pada hari raya, mahasiswa ini si Gatot alias al khattat pulang kampung dan sebagaimana biasa layaknya pemuda, ketika lepas sholat maghrib mereka pada ngobrol di serambi masjid. Kali ini Gatot mulai agak berubah dalam berpakaian, celana cingkrang berpakaian seperti pakaian tuan takur dalam adegan film India. Perubahan penampilan luarnya ternyata juga selaras dengan perubahan cara berfikirnya khususnya tentang faham keagamaan. Gatot memulai pembicaraan yang mengagetkan teman teman sekampung dan cenderung mencoba untuk mendoktrin kepada teman sekampungnya. “Kamu sadar gak bahwa kamu semua ini

KRISIS 'ITTIBA

Krisis Ittiba’ Habib Abdullah bin Alwi al Haddad, dalam kitabnya Risalah al Mu’awanah wa al Muzhaharah wa al Mu’azarah li ar Raghibin min al Mu’minin fi suluk Thariq al Akhirah, menjelaskan,”Setiap orang yang tidak bersungguh sungguh dalam berpegang teguh kepada al Kitab dan Sunnah, dan tidak pula mencurahkan segala daya upayanya dalam berittiba’ (mengikuti dan meneladani) kepada Rasulullah SAW, sedangkan ia mengaku memiliki kedudukan di sisi Alloh SWT, maka jangan engkau menoleh dan cenderung kepadanya sekalipun orang tersebut dapat terbang diangkasa, berjalan diatas air, melangkah dengan sekejap mata, atau memiliki keanehan keanehan yang luar biasa, karena sesungguhnya semua itu banyak terjadi pada setan, ahli sihir, dukun, paranormal, peramal, dan selain mereka dari orang orang sesat. Semua keanehan dan keluarbiasaan itu tidaklah keluar melainkan daripada istidraj (keluarbiasaan yang diberikan kepada orang orang  yang durhaka dan ingkar kepada Alloh SWT) dan talbis (tipuan) yang s

Mengenal (kenyelenehan) Hizbut Tahrir

Mengenal (kenyelenehan)  Hizbut Tahrir Hizbut Tahrir adalah pengikut Syaikh Taqiyyudin An Nabhani (W 1400 H). Hizbut Tahrir adalah gerakan politik trans nasional yang membawa visi dan misi berdirinya khilafah tunggal di muka bumi serta terlaksananya syari’at Islam dalam setiap lini kehidupan. Dari visi dan misi idealis Hizbut Tahrir tersebut, tidak sedikit generasi muda kita yang menaruh simpati, terpesona dan akhirnya menjadi kader dan pengikut setia Hizbut Tahrir, tanpa menyadari bahwa di balik visi dan misi tersebut, sebenarnya terdapat sekian banyak pandangan, ideology dan fatwa hukum Hizbut Tahrir yang tidak sesuai dengan ajaran al Qur’an, Sunnah dan pendapat mayoritas ulama. Diantarnya penyimpangan Hizbut Tahrir adalah mengingkari kema’shuman para Nabi. Kema’shuman Para Nabi Menurut Ahlussunnah Wal Jama’ah, setiap muslim harus meyakini bahwa para nabi itu adalah orang yang ma’shum (terjaga dari perbuatan dosa), baik sesudah mereka diangkat menjadi Nabi atau sebelumnya. Namun k