Mengenal (kenyelenehan) Hizbut Tahrir

Mengenal (kenyelenehan)  Hizbut Tahrir
Hizbut Tahrir adalah pengikut Syaikh Taqiyyudin An Nabhani (W 1400 H). Hizbut Tahrir adalah gerakan politik trans nasional yang membawa visi dan misi berdirinya khilafah tunggal di muka bumi serta terlaksananya syari’at Islam dalam setiap lini kehidupan. Dari visi dan misi idealis Hizbut Tahrir tersebut, tidak sedikit generasi muda kita yang menaruh simpati, terpesona dan akhirnya menjadi kader dan pengikut setia Hizbut Tahrir, tanpa menyadari bahwa di balik visi dan misi tersebut, sebenarnya terdapat sekian banyak pandangan, ideology dan fatwa hukum Hizbut Tahrir yang tidak sesuai dengan ajaran al Qur’an, Sunnah dan pendapat mayoritas ulama. Diantarnya penyimpangan Hizbut Tahrir adalah mengingkari kema’shuman para Nabi.
Kema’shuman Para Nabi
Menurut Ahlussunnah Wal Jama’ah, setiap muslim harus meyakini bahwa para nabi itu adalah orang yang ma’shum (terjaga dari perbuatan dosa), baik sesudah mereka diangkat menjadi Nabi atau sebelumnya. Namun keyakinan ini berbeda dengan keyakinan Hizbut Tahrir. Dalam hal ini, Syaikh Taqiyyudin An Nabhani (pendiri Hizbut Tahrir) berkata dalam salah satu kitab primer Hizbut Tahrir:
“Hanya saja keterjagaan para nabi dan rasul itu terjadi sesudah mereka menjadi nabi atau rasul dengan memperoleh wahyu. Adapun sebelum menjadi nabi dan rasul, maka sesungguhnya bagi mereka boleh terjadi perbuatan yang terjadi pada manusia biasa, karena keterjagaan itu hanya bagi kenabian dan kerasulan.” (Taqiyyudin An Nabhani, al Syakhshiyyat al Islamiyyah, Juz 1, Qudus: Mansyurat Hizb al Tahrir, 1953), hlm. 132
Sudah barang tentu pernyataan An Nabhani di atas tidak benar. Para ulama Ahlussunnah Wal Jama’ah telah berpendapat bahwa para nabi itu harus memiliki sifat shidq (jujur), amanat (dipercaya) dan fathanah (cerdas). Oleh karena itu, Alloh SWT tidak akan memilih seseorang menjadi nabi atau rasul, kecuali orang yang selamat dari perbuatan hina, khianat, bodoh, dusta dan dungu. Orang yang pada masa lalunya melakukan sifat sifat tercela seperti ini tidak layak menjadi seorang nabi, meskipun kini telah melepaskan diri dari sifat sifat tercela tersebut. Dalam konteks ini al Imam Muhammad bin Ahmad al Dasuqi (w. 1230 H/1815 M) berkata:
“Yang dimaksud dengan amanat mereka adalah keterjagaan lahir dan bathin mereka dari terjerumus dalam hal hal yang makruh dan haram, baik hal hal yang haram itu berupa dosa kecil maupun dosa besar, baik dosa dosa kecil tersebut berupa dosa dosa kecil yang hina seperti mencuri sesuap nasi dan mengurangi takaran, atau dosa kecil yang tidak hina seperti memandang perempuan atau amrad (laki laki ganteng) dengan syahwat, baik sebelum kenabian atau sesudahnya, baik disengaja atau lupa”. (al Imam Muhammad bin Ahmad al Dasuqi, Hasyiyyah ‘ala Syarh Umm al Barahin, Semarang: Toha Putra, tt), hlm. 173
Rasulullah SAW telah dikenal dengan gelar al Amin, yakni seorang yang dipercaya, tidak pernah berbohong, tidak pernah berkhianat dan selalu menjaga diri  dari hal-hal tercela sejak sebelum menjadi nabi hingga beliau diangkat menjadi nabi dalam usia empat puluh tahun.
Dengan berpijak terhadap pendapat An- Nabhani, bahwa para nabi boleh jadi melakukan perbuatan dosa apa saja sebelum menjadi nabi sebagaimana layaknya manusia biasa, hizbut tahrir berpandangan bahwa derajat kenabian yang agung berarti boleh disandang oleh orang yang pada masa lalunya sebagai pencuri, perampok, homo sex, pembohong, penipu, pecandu narkoba, pemabuk dan pernah melakukan kehinaan kehinaan lainnya.
Demikian diantara kenyelenehan Hizbut Tahrir, semoga kita bisa mengambil pelajaran agar tidak mudah terpedaya dengan propaganda manis yang belum tentu sesuai antara kulit luar dengan isinya
.
Disarikan dari:
Muhammad Idrus Ramli, Hizbut Tahrir dalam Sorotan, Surabaya: Bina Aswaja, 2011)
   

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Biografi Singkat KH. Muhammad Anis Fu’ad Hasyim Buntet Cirebon

DOA-DOA MUNAJAT IMAM AL-GHAZALI

Amalan Supaya Cepat Mendapatkan Jodoh.